Sebelum kota Sangatta mengenal adanya monumen burung enggang atau lebih dikenal dengan patung burung, di Sangatta terlebih dahulu ada sebuah monumen yang menjadi lambang kota ini. Monumen itu adalah sebuah patung pejuang dengan tombaknya dan seekor singa di sisinya. Sebelum pemekaran Kabupaten Kutai, monumen ini berdiri megah di perempatan utama di Sangatta yang saat itu masih berstatus kecamatan di Kab. Kutai.
Seiring perkembangan Kab. Kutai Timur (pemekaran Kab. Kutai) patung ini tak tampak lagi dan diganti dengan patung burung. Padahal filosofi singa di wilayah Sangatta sangat erat dalam budaya masyarakat Kutai di Sangatta. Terbukti dengan sejarah Sangatta yang mencatat nama tokoh kutai dari Sangatta yaitu Singa Karti dan Singa Geweh.
SINGA-MACAN-LEJI
Gelar kehormatan ini tampaknya merujuk pada macan dahan jantan yang suka mengawasi dengan mata tajam dari dahan-dahan, layaknya pemimpin. Macan dahan tidak besar seperti harimau Sumatera dan Jawa, namun dihormati oleh tetua adat, khususnya di Mahakam-Bengalon-Sangatta, Kalimantan Timur.Singa merupakan gelar bagi tetua adat Kutai-Pantun, Macan dipakai oleh tetua adat Dayak Basap (Punan). Sedangkan Leji merupakan gelar bagi tetua adat Dayak Wehea (Bahau).*